kisah fana.., perjalanan hati

would you?

kupercepat langkahku ketika melewati halaman parkir kampusku, gerimis pun mulai turun meski pagi tadi cuaca begitu cerah
“selamat siang mas rian!” seorang maba menyapaku pagi itu, “eh, iya..” sambil tersenyum aku segera berlalu. sebenarnya hari ini seharusnya tidak menjadi hari yang begitu penting kalau saja tepat seminggu yang lalu tidak terjadi sesuatu hal yang berpengaruh besar dalam kehidupanku. cerita ini mungkin sama seperti dongeng siti nurbaya, namun siapa sangka ternyata dongeng tersebut teralami juga olehku,
Perjodohan. ya, memang hal yang satu ini mungkin terdengar aneh pada masa sekarang karena perjodohan dianggap sebagai cerminan pemaksaan kehendak orangtua terhadap anaknya, banyak orang berfikir bahwa perjodohan tidak akan menumbuhkan sebuah cinta yang utuh, tak sedikit pula yang befikiran bahwa perjodohan tidak akan menghasilkan ikatan pernikahan yang erat.
namun aku tidak ingin berfikir terlalu jauh seperti itu, karena menurutku apapun yang mereka kehendaki pastilah itu yang terbaik dan karena itulah aku juga akan mencoba menjadikan itu yang terbaik, selain itu kalaupun hal ini merupakan salah satu cara yang bisa membahagiakan mereka kenapa tidak? toh selama ini aku belum bisa membalas segala yang mereka berikan kepadaku hingga saat ini.
namanya Dina Pramadani Pamasya, campuran Jawa-Sulawesi, Ayahnya orang Sulawesi, beliau adalah teman bapak waktu dinas di Paiton dan Ibunya orang Jawa lebih tepatnya orang Solo.
Kulitnya kuning langsat, rambutnya ikal, tingginya kira-kira sepundakku, orangnya supel, kalem, ramah, murah senyum, dan sederhana, sangat cocok sekali dengan kriteriaku.
aku bertemu dengannya baru dua kali, pertama saat aku diajak bapak ke acara Pendidikan Purna Bakti (semacam pendidikan akhir untuk pegawai yang akan memasuki masa pensiun) dan yang kedua saat aku diminta Ayahnya untuk mengantarkan Dina mencari Bahan Kebaya di Pasar tanah Abang, dan sejak itulah aku perlahan mulai mengenalnya lebih jauh, ternyata selain kalem ternyata ia juga termasuk orang yang mandiri dan cukup dewasa..
……
….
( t b cont’d )

Standard

14 thoughts on “would you?

  1. Tergantung dari mana loe mandangnya c?
    Maksudnya sih, it’s still worth to try, tapi jangan lupa, tiap orang tuh jadi tokoh utama dalam film kehidupannya masing-masing.

    Kalo gw sih, meski kaya apa pun. Gw gak seneng yang namanya perjodohan. Mengganggu kebebasan pribadi.

    Tapi ya terserah loe sih. Kan kalo yang ini, tokoh utamanya loe

  2. kalo diliat dari settingnya sepertinya ini nyata ya?ato lagi-lagi imajinasi sang pengarang?

    entahlah…mungkin perjodohan ada baiknya, dan kebanyakan emang banyak baiknya..

  3. perjodohan emg ga bisa dipandang dari sebelah sisi aja kan? lagian lagi2 ini kan masalah jodoh, salah satu dari 3 hal yang menjadi rahasia Allah, jadi siapa yg ngerti jg klo trnyata jalan gw sudah digariskan sperti ini atau mungkin juga bukan.. 🙂

  4. Oh… itu toh…
    Emang kenapa kalau (di)jodoh(kan)?
    Kadang pilihan itu malah bikin kita bingung, kebanyakan pilihan lah, yang dipilih nggak mau lah… Terlalu lama memilih lah…
    Kalau cocok ya lanjut, nggak cocok ya paaaassss!!!
    Gitu aja kok repot…

  5. tafadhol…. aku ra pati mikir nemen2 saiki. Lek biyen pancen gampang kepikiran terus wong wadon sopo sing dadhi jodhoku, tapi saiki aku berusaha menghilangkan pikiran2 yang seperti itu ah…

  6. rile: kalo dihilangkan ngga mungkin ril, itu udah kodrat..manusia selalu punya yg namanya rasa penasaran..

    dnial: betulll!!!, asal jangan jadi ajang coba2 trus akhirnya gara2 keseringan jadi nganggep enteng masalah ginian aja 🙂

    koecing: iya, emg maunya gitu..

    all: masih ada 2nd partnya kok… 🙂

  7. oke, mempelai udah ada…
    graha its sudah tersedia…
    panitia resepsi…gampang lah, ntar jadikan kpp maba aja 😛
    so, gimana…mo langsung tak buatin konsep resepsinya?

  8. Perjodohan kan bisa disikapi dengan perkenalan lebih jauh dengan si calon…
    Siapa tahu bisa jadi witing tresno jalaran soko kulino (Cinta muncul karena suatu keterbiasaan)

  9. #deking: iya sih, cuma klo dari awalnya udah terbentuk dinding antipati biasanya rada susah dan butuh waktu lebih lama.. nah kadang-kadang yg umumnya terjadi adalah bertindak cepat yaitu dengan berkata “tidak!”.

Leave a reply to deking Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.